Selasa, 27 Maret 2012

HUKUM HARDY-WEINBERG DAN GENETIKA POPULASI


Hukum Hardy-Weinberg

Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.

Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg
a.       Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
  1. Perkawinan terjadi secara acak
  2. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
  3. Tidak terjadi migrasi
  4. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy Weinberg tadi banyak dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan menyebabkan perubahan perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi evolusi sekarang dapat dikatakan sebagai: ”Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi alel atau genotipe populasi”.
Genetika populasi adalah cabang dari genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi, yang menguraikan secara matematik kibat dari keturunan pada tingkat populasi. Adapun populasi ialah suatu kelompok dari satu macam organisme, dan dari situ dapat diambil cuplikan (sampel). Semua mahkluk merupakan suatu masyarakat sebagai hasil perkawinan antar spesies dan mempunyai lengkang gen yang sama. Lengkang gen (gene pool) ialah jumlah dari semua alel yang berlainan atau keterangan genetik dalam anggota dari suatu populasi yang membias secara kawin. Gen-gen dalam lengkang mempunyai hubungan dinamis dengan alel lainnya dan dengan lingkungan diman mahkluk-mahkluk itu berada. Faktor-faktor lingkungan seperti seleksi, mempunyai kecenderungan untuk merubah frekuensi gen dan dengan demikian akan menyebabkan perubahan efolusi dalam populasi.
Dalam tahun 1908 G. Hardy (seorang ahli matematika bangsa inggris) dan W. Weinberg (seorang dokter bangsa jerman) secara terpisah menemukan dasar-dasar yang ada hubungan dengan frekuensi gen di dalam populasi. Prinsip yang berbentuk pernyataan teoritis itu dikenal sebagai prinsif ekuilibrium Hardy Weinberg.pernyataan itu menegaskan bahwa didalam populasi yang equilibrium ( dalam kesimbangan), maka baik frekuensi gen mapun frekuensi genotip akan tetap dari satu generasi ke genarasi seterusnya. Ini dijumapai dalam populasi yang besar, dimana perkawinan berlangsung secara acak  (Random) dan tidak ada pilihan/ pegetahuan atau faktor lain yang dapat merubah frekuensi gen.
            Pimisahan menurut mendel dapat dikemukankan secara matematis mengunakkkan rumus binomium (a + b)ⁿ diman a adalah kemungkinan bahwa suatu kejadian akan terjadi, sedang b yang mungkin tidak akan terjadi. Perbandingan 1:2:1 yang memperlihatkan pemisahan dari sepasng alel tunggal (Aa), pada perkawinan monohibrid dapat digambarkan sebagai berikut: (a+b)ⁿ = (A+a)² = 1AA + 2Aa + 1aa (Surya, 2008).

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi frekuensi gen dan keanekaragaman (variabilitas) genetik
Estimasi frekuensi gen yang sebenarnya didalam suatu populasi sering memerlukan penggunan berbagai pendekatan matematik. Namun pada pembahasan kita, untuk sebagian besar akan kita pusatkan pada prinsip-prinsip dan konsep-konsep saja, dan mengabaikan langkah-langkah sebenarnyaa dalam kalkulasi, yang dapat dicari dalam buku-buku genetika yang terperinci. Kalkulasi ini memperhitungkan sejumlah faktor yang diketahui mempengaruhi frekuensi gen dalam atau variabbilitas genetik dari, populasi. Faktor-faktor itu diantaranya adalah mutasi, reproduksi seksual dan rekombinasi, perkawinan keluarga, migrasi, arus genetik secara acak (“rendom genetic drift”), seleksi, dan lingkungan.
Mutasi Akhirmya , gen-gen terdapat dalam berbagai bentuk sebagai alela yang berlainan karena mereka mengalami mutasi. Sebab itu, frekuensi alela-alela pada lokus didalam suatu populasi di pengaruhi oleh sifat dapat bermutasi dari lokus itu. Mutasi maju (“forward mutation”) mengurangi frekuensi gen-gen tipe liar; muatsi surut (“back mutation”) meningkatkan frekuensi gen-gen tipe liar.
Selain dari pada itu, gen-gen dapat mengalami mutasi maju menjadi banyak bentuk yang berlainan, suatu penomena yang telah kita teliti terdahulu sebagai alelisma jamak. Adanya banyak alela yang berlainan bagi gen yang sama dikenal sebagai polimorfisma. Pada tahun-tahun terakhir ini, genetika molekular telah meningkatkan pengetahuan kita mengenai polimorfisma ekstensif melalui studi struktur molekular protein-protein (hemoglobin, misalnya) dan deretan ADN.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI GEN
1.   Seleksi
Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan – kekuatan untuk menentukan ternaka mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya. Kekuaktan – kekuatan itu bisa di kontrol se0penuhnya oleh alam yang disebut seleksi alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka prosesnya disebut seleksi buatan kedua macam seleksi itu akan merubah frekuensi gen yang sat relatif terhadap alelnya. Laju perubahan frekuensi pada seleksi buatan jika dibandingkan dengan seleksi alam.
Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen, diambil suatu contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk dan yang tidak bertanduk. Jika diasunsikan bahwa frekuensi gen yang bertanduk dan yang  tidak bertandu pada populasi tersebut masing – masing 0,5 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 75% dari total sapi yang ada tidak bertanduk dan 25% bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak bertanduk sebanyak 1/3 bergenotip hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot. 

2. Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen. Jika gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan sedikit menurun, sedangkan frekuensi alel  akan meningkat. Laju mutasi bervariasi dari suatu kejadian mutasi ke kejadian mutasi lain. Namun, laju relatif rendah ( kira – kira satu dalam satu juta pengandaan ge) sebagai gambaran, diambil contoh frekuensi gen merah pada sapi angus, yaitu antara 0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi merh dari setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua yang heterozigot akan dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi gen merah akan menurun mendekati angkan nol, namun kenyataan frekuensi gen merah tetap anata 0.05-0.08 dari suatu generasi ke generasi berikutnya hal itu bisa dijalaskan dengan mengunakkan teori mutasi. Diduga bahwa laju mutasi gen hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi terhadaap gen merah sehingga tercapai suatu keseimbangan.
  
3. Pencampuran populasi
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah frekuensi gen tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan rataan dari frekuensi gen dari dua populasi yang bercampur.
Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk dengan = 0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi – sapinya akan bertanduk. Selanjutnya, jika diasumsikan bahwa ada enam pejatan baru yang diamsukkan ke peternakan utnuk memperbaiki mutu geneteik terna – ternak yang ada. Dari enam pejantan dimasukkan terdapat satu ekor yang bertanduk, dua ekor yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga ekor yang tidak bertanduk homozigot.  Frekuensi gen bertanduk pada kelompok pejantan =  1/6  = 0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada sapi lain yang masuk kedalam peternakan maka frekuensi gen bertanduk pada populasi itu setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi   ( 0.950 + 0.333) / 2 = 0.064

4. Silang dalam (inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding)

Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi secara genetik. Jika suatu populais terisolasi, silang dalam cenderung terjadi karena adanya keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. Jika silang dalam terjadi anatara grup ternak yang tidak terisolasi secara geografis maka pengaruhnya juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam merupakan suatu isolasi buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi gen awal pada saat proses silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen maka perubahan itu disebabkan oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel acak. Jika silang luar dilakukan pada suatu populasi yang memilik rasio jenis kelamin yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus yang sama pada kedua jenis kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat pengaruh langsung silang luar.

5. Genetic drift
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika kelompok ternak diisolasi  dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada populasi baru dapat  berubah. Perubahan frekuensi gen yang mendadak dapat pula disebabkan oleh bencana alam, misal matinya sebagian besar ternak yang memiliki gen tertentu.




























Sumber Referensi

Burns, G.W., The science of genetics, chapter 14, population genitics (new york: macmillan publishing Co., inc., 1980).
Searle, A.G., “Gene freguencies in london Cats”, journal of genetics, No. 49:214,1949.
Searle, A.G., “Gene freguencies in singapore cats”, journal of Genetics, No. 56:111, 1959.
Stern, C., “The Hardy-Weenberg Law”, Science, No. 97:136, 1943.
Sufflebeam, C.E., Genetics of Domestics Animals (New jesrey: Prentice-hall, inc., 1989).

5 komentar: